Tulisan ini diambil dari Buku Membangun Paradigma Baru : 30 tahun Universitas Surabaya dengan judul ” Bermula di Bangunan Tua Bibis : 1960-1972” pada hal. 1
BERMULA DI BANGUNAN TUA BIBIS : 1960-1972
Keberadaan Ubaya dan Kota Surabaya memang tak bisa dipisahkan, bagai ikan dan air. Itu sudah menjadi kehendak sejarah. Universitas Surabaya tak akan pernah ada tanpa kota yang bernama Surabaya. Keberadaan Ubaya lekat dengan nama kota dimana ia dilahirkan dan dibesarkan. Karena itu simbol “Ikan Sura dan Buaya” warna kuning emas yang ditempatkan di tengah daun keluwih warna merah, digunakan sebagai gambar utama lambang Ubaya. Simbol “Ikan Sura dan Buaya” memiliki makna Kota Surabaya ( Sura ing Baya, berarti berani menghadapi bahaya).
Di bawah daun keluwih terdapat gambar bokor berbentuk huruf U dihiasi tulisan kuning emas, Universitas Surabaya. Bagian paling bawah terdapat gambar pipisan, yakni penggilingan dan penghalus rempah-rempah. Huruf U bermakna universitas; Bokor, tempat menampung ilmu; Dan Pipisan, penggilingan dan penghalus ilmu. Sedangkan Daun Keluwih bermakna cita-cita berilmu tinggi (linuwih).Warna merah bermakna semangat, dan kuning emas adalah keluhuran.
Lambang Ubaya ini, menurut Prof. dr. H.R.M. Soejoenoes salah seorang Komisaris Yayasan Perguruan Tinggi Trisakti Surabaya (1967), yang juga anggota pengurus Yayasan Ubaya (1968-1979), dan anggota Dewan Pembina Yayasan Ubaya (1994-sekarang)- disayembarakan dan dimenangkan warga Keputran, Muljadi (ayah mantan pembalap sepeda nasional, Sapari). Ketika itu Soejoenoes adalah Ketua Panitia Pembuatan Lambang Ubaya. Penggunaan lambang ini diresmikan oleh Ketua Umum Yayasan (1968-1974) yang juga pendiri Ubaya, Kolonel R. Soekotjo, pada Peringatan Dies Natalis I 1969 di Balai Pemuda. Acara peringatan tersebut diawali dengan laporan Rektor, Prof. Mr. Boedisoesetya, yang antara lain mengungkapkan saat itu Ubaya telah memiliki 171 tenaga edukatif terdiri 93 pengajar (lima diantaranya Guru Besar), 14 orang kepala dan wakil kepala laboratorium, 33 asisten ahli, dan 31 asisten mahasiswa. Sedangkan jumlah mahasiswa tercatat 853 orang terbagi dari Tingkat I sampai dengan Tingkat V, terdiri Fakultas Farmasi (315), Fakultas Hukum (324), dan Fakultas Ekonomi (214). Rektor juga menyampaikan niatan Fakultas Hukum membuka jurusan notariat.
Pada peringatan Dies Natalis I inilah dimulai tradisi akademik penyampaian orasi ilmiah , yang berlanjut hingga kini. Ketika itu, Soetandyo Wignjosoebroto, M.P.A. (kini Guru Besar Emeritus pada FISIP UNAIR, dan anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia), menyampaikan orasi ilmiah , “Peradaban dan Masalah-masalah Transisinya”. Soetandyo sekaligus sebagai Ketua Panitia Dies Natalis I berdasarkan Surat Keputusan (SK) Rektor No. 15 tahun 1968, tanggal 25 November 1968. Dalam SK itu, Rektor secara tegas memberikan arah, “panitia bertugas merencanakan acaranya dengan menekankan pada bidang ilmiahnya”. Perayaan Dies Natalis I ini ditutup dengan hiburan Band AKA, dan pelawak Markuat Cs.
Referensi :
SIAHAAN, Hotman M & Tjahjo Purnomo W, “Membangun Paradigma Baru : 30 Tahun Universitas Surabaya 1968-1998″, cet. 1, Surabaya : Penerbit Universitas Surabaya, Maret 1999.