Tulisan ini diambil dari Buku Membangun Paradigma Baru : 30 tahun Universitas Surabaya 1968-1998 dengan judul ” Anomali Kampus Ngagel” yang dikarang oleh Hotman M. Siahaan dan Tjahjo Purnomo W, pada hal. 44-47
MASA PANCAROBA (Bagian 1)
Awan kelam yang melingkupi kehidupan Ubaya terasa kiat pekat ketika beberapa dosen tetap dan pimpinan fakultas mulai berpaling. karena secara realistis Ubaya sulit menjanjikan masa depan. “Beberapa anggota pimpinan universitas dan fakultas mengundurkan diri. Hanya beberapa yang tahan banting dan bertahan hingga kini,” kata Murtiningsih, kasir “kawakan” Ubaya yang bergabung mulai 1966 sejak Usakti.
Saat itu Ubaya lebih banyak mengandalkan dosen tidak tetap /luar biasa. “Tenaga asisten mahasiswa masih sangat kurang. Yang ada baru di Fakultas Farmasi. Sebetulnya banyak sekali tenaga asisten mahasiswa yang dibutuhkan, karena dosen tidak tetap waktunya kan terbatas, sementara materi yang harus diberikan banyak. Tugas dosen tidak tetap hanya menjelaskan pokok-pokok materi, sedangkan asisten mahasiswa ditugaskan menjelaskan detilnya,” kata Hany yang pada 1975 juga menjadi tenaga honorer yang diperbantukan pada pimpinan Fakultas Ekonomi.
Kesulitan keuangan yang dihadapi Ubaya cukup parah. Untuk menggaji tenaga administrasi yang masih “segar” pun tak mampu, sehingga terpaksa merekrut tenaga administrasi pensiunan Universitas Airlangga. “Mereka tidak mengharapkan gaji terlalu besar, karena sudah mendapatkan pensiun. Wah, rasanya kami sudah mau mampus. Bukan persoalan bayaran yang sedikit, tapi apakah kami mampu meneruskan. Kami dengan Widya Mandala sudah kalah. Waktu itu Fakultas Farmasinya hebat sekali,” ujar Drs. H. Ma’mur, Apt., kini Direktur Program D-3 Ekonomi dan Pusat Bahasa, saat itu menjadi Sekretaris Fakultas Farmasi.
Tenaga administrasi pensiunan Unair itu, antara lain Askandar, kelahiran Juana, 26 Januari 1914, dan diterima sebagai karyawan Ubaya sehari setelah pensiun dari Unair pada 1969. “Saya diminta Rektor Ubaya melalui Prof. A.G. Pringgodigdo. S.H., untuk membenahi tata usaha. Saat itu Ubaya belum dapat digunakan sebagai patokan untuk hidup, tapi saya tidak ragu, bahkan terpacu untuk segera membenahi yang perlu dibenahi. Walau sudah pensiun dari Unair, semangat kerja saya masih tinggi, dan ada semacam rasa bangga karena masih ada yang membutuhkan tenaga saya,” kata Askandar yang pensiun dari Ubaya pada 11 Mei 1985.
Jumlah mahasiswa waktu itu menurun akibat merosotnya animo calon mahasiswa, dan juga karena tingkat drop out yang cukup tinggi. Pada 1975, misalnya, jumlah mahasiswa keseluruhan 384 orang. Di Fakultas Farmasi hanya ada 76 mahasiswa, 24 di antaranya mahasiswa baru. Yang drop out sampai tahun itu mencapai 44 orang (45%). Output-nya 45 sarjana muda lokal, dan 2 sarjana lokal. Jumlah dosen 101 orang, 94 diantaranya dosen tidak tetap/luar biasa. Perbandingan (rasio/nisbah) dosen tidak tetap/luar biasa-mahasiswa, 1 : 11.
Pada tahun yang sama, Fakultas Hukum – dengan tiga jurusan : Hukum Perdata, Hukum Pidana, dan Hukum Tata Negara – memiliki 134 mahasiswa, 59 di antaranya mahasiswa baru. Jumlah drop out sampai tahun itu 40 orang (34%), sedangkan output yang dihasilkan, 132 sarjana muda lokal, 10 sarjana muda negara, dan 60 sarjana lokal. Jumlah dosen 45 orang, 10 di antaranya adalah dosen tetap. Perbandingan dosen tetap-mahasiswa, 1 : 14.
Fakultas Ekonomi – dengan dua jurusan : Ekonomi Perusahaan dan Ekonomi Umum – memiliki 174 mahasiswa, 99 di antaranya mahasiswa baru. Jumlah drop out mencapai 41 orang (34%), sedangkan output yang dihasilkan 72 sarjana muda lokal, dan 13 sarjana muda negara. Dosen tidak tetap/luar biasa di fakultas ini 24 orang, ditambah 13 dosen tetap. Perbandingan dosen tetap-mahasiswa, 1 : 14.
Perbandingan (rasio/nisbah) dosen tetap dan mahasiswa pada masa itu (1975) terlihat sangat ideal. Tapi perlu dicatat, kategorisasi dosen tetap dan tidak tetaap/luar biasa ketika itu masih sangat longgar. Universitas Surabaya saat itu belum memiliki peraturan tentang kekaryawanan, sehingga dosen tetap pada PTN, maupun dosen yang sudah menjadi karyawan tetap pada instansi pemerintah, militer, dan swasta (kantor pengacara, lembaga konsultan, dan sebagainya) dapat diangkat menjadi dosen tetap, bahkan menduduki jabatan struktural – sepanjang tenaga dan pikirannya dibutuhkan.
……………….. Bersambung Bagian 2
Referensi :
SIAHAAN, Hotman M & Tjahjo Purnomo W, “Membangun Paradiagma Baru : 30 Tahun Universitas Surabaya 1968-1998″, cet. 1, Surabaya : Penerbit Universitas Surabaya, Maret 1999