Tulisan ini diambil dari Buku Membangun Paradigma Baru : 30 tahun Universitas Surabaya dengan judul ” LIS VOLAT PROPRIIS” pada hal. 3-5
LIS VOLAT PROPRIIS – (BAGIAN 2)
Bangunan lantai atas terbuat dari kayu. Kondisinya memprihatinkan. Lantainya, menurut Prof. V. Henky Supit, Ak. – Dosen Luar Biasa Fakultas Ekonomi sejak 1966 – banyak yang berlubang. “Kita bisa melihat orang yang berada di bawah, ” kata Henky yang kini Rektor Universitas Katolik Widya Mandala. Kondisi tangganya pun demikian. “Kalau kita naik harus hati-hati, satu-satu, tidak bisa bergerombol, sebab anak tangganya banyak yang keropos,” kata Sari Mandiana, S.H., M.S., kini dosen Fakultas Hukum. Dia adalah mahasiswa Fakultas Hukum angkatan ketiga (1964) pada Ureca, sebelum Usakti dan Ubaya lahir.
Di kampus ini terdapat lima ruang kuliah (dua di lantai bawah, tiga di lantai atas), dan lima ruang laboratorium di lantai atas (anatomi fisiologi, farmasetika, mikro/steril, botani farmakognosi, dan farmakologi). Pimpinan, staf, dan tata usaha ketiga fakultas, masing-masing menempati ruang 4,5 x 3 meter berjajar di lantai bawah bagian belakang. Diseberangnya dengan ukuran yang sama, terdapat ruang keuangan/kasir, rektor, serta dewan dan senat mahasiswa. Kampus ini bertetangga dengan bangunan kuno yang dijadikan gudang.
“Kampus di Bibis itu sumpek. Tempat parkir tidak ada. Sepeda motor dan sepeda pancal di parkir di lorong, di depan ruang kuliah,” kata Anton Prijatno yang masuk Fakultas Hukum pada Januari 1968, ketika Ubaya masih bernama Usakti.
Tapi semua itu tidak membuat kecil hati sivitas akademika. “Meski saat itu fasilitas yang dimiliki serba sederhana dan darurat, pimpinan fakultas, para dosen, asisten, dan karyawannya berusaha sungguh-sungguh memanfaatkan fasilitas tersebut untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya,’ kata Prof. Dr. Soetarjadi, Apt., Kepala/Penanggungjawab Laboratorium Farmakognosi (1968-1980), juga Dekan Fakultas Farmasi Usakti (1966-1968). Hal yang sama juga dirasakan Dra. Ira Regiata, yang ketika itu mahasiswa Fakultas Farmasi 1968 (lulus 1977), dan sempat menjadi asisten mahasiswa mata kuliah Ilmu Resep (Farmasetika) pada 1972. “Waktu itu fasilitas sungguh amat minim, tapi uniknya tidak membuat saya patah semangat. Saya justru merasa menghadapi tantangan yang harus diatasi,” katanya.
Keterbatasan fasilitas ruang kuliah dan laboratorium di Kampus Bibis itu juga menuntut kerelaan mahasiswa “berkeliling” mengejar ilmu. Kegiatan perkuliahan dan praktikum tersebar di beberapa tempat, di Gedung Perhimpunan Olahraga Naga Kuning (sekarang Surya Naga) Jl. Pasar Besar`Wetan 55; Gedung Bioskop Indra, Jl. Panglima Sudirman 2 (sekarang sudah tutup); Jl. Banyuurip 212 (laboratorium Kimia Kualitatif dan Kuantitatif); Jl. Dharma Rakyat (samping Stadion Tambaksari, kini Stadion Gelora 10 Nopember Tambaksari) untuk praktikum Kimia Organik; gedung SD Trisila, Jl. Undaan Kulon; Gedung Bioskop Purnama Jl. Sriwijaya; Garasi Bus Kalisari di Jl. Kranggan; Gedung IKIP Jl. Pecindilan; Gedung Pengadilan Tinggi, Jl. Sumatera; dan balai Pertemuan UNAIR Jl. Tegalsari, bahkan juga di rumah dosen. “Tidak jarang pada hari yang sama saya bisa melakukan praktikum di tiga tempat dengan waktu yang berselisih hanya satu jam. Dan itu harus saya capai dengan bersepeda pancal,” kata Ira Regiata, kini dosen pada Fakultas Farmasi.
Referensi :
SIAHAAN, Hotman M & Tjahjo Purnomo W, “Membangun Paradigma Baru : 30 Tahun Universitas Surabaya 1968-1998″, cet. 1, Surabaya : Penerbit Universitas Surabaya, Maret 1999.