Tulisan ini diambil dari Buku Membangun Paradigma Baru : 30 tahun Universitas Surabaya 1968-1998 dengan judul ” Masa Pancaroba” yang dikarang oleh Hotman M. Siahaan dan Tjahjo Purnomo W, pada hal. 44-47
MASA PANCAROBA (Bagian 2)
Fakultas Ekonomi pada 1975 mulai mengambil alih posisi Fakultas Farmasi sebagai “primadona”. Sampai 1973, Fakultas Farmasi masih memiliki 153 mahasiswa, sementara Fakultas Hukum hanya 132 orang, dan Ekonomi 117 orang. Namun pada 1974, komposisi ini berubah, mahasiswa Fakultas Farmasi susut menjadi 98 orang, sedangkan Fakultas Hukum 113 orang, dan Fakultas Ekonomi 118 orang. Ini boleh jadi akibat gencarnya pembangunan nasional yang dilaksanakan lewat Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) bertumpu pada Trilogi Pembangunan yang mengambil urutan stabilitas nasional, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan. Pembangunan nasional yng berlandaskan paradigma pertumbuhan itu, yang antara lain ditandai makin maraknya kegiatan usaha, dan banyak yang membutuhkan sarjana ekonomi. Realita ini boleh jadi mendorong calon mahasiswa lebih memilih untuk menekuni ilmu ekonomi.
Fakultas Hukum bisa menjadi “primadona” baru menggantikan Fakultas Farmasi ketika itu, karena lulusannya banyak menjadi pengacara. Ini merupakan daya tarik bagi calon mahasiswa. Juga merupakan satu-satunya fakultas di lingkungan Ubaya waktu itu yang diasuh lima profesor, yakni Prof. Mr. R. Boedisoesetya, Prof. Rd. Soebijono Tjitrowinoto, S.H., Prof. A.G. Pringgodigdo, S.H., Prof. J. Hardjawidjaja, S.H., (Oey Pek Hong), Prof. Mr. Koentjoro Poerbopranoto. Ini merupakan hal langka di kalangan PTS masa itu.
“Waktu saya menjadi mahasiswa, Rektor Boedisoesetya menyadari, lulusan PTS sulit diterima jadi hakim, pegawai negeri, atau jaksa. APalagi statusnya masih terdaftar. Karena itu dalam kurikulum, kami lebih diplot menjadi pengacara, sehingga ketika kami lulus output-nya kebanyakan menjadi pengacara. Mungkin keberhasilan di dunia pengacara ini menjadi daya tarik sehingga yang masuk Fakultas Hukum Ubaya lebih banyak,” kata Daniel Djoko Tarliman, S.H., M.S., kini Dekan Fakultas Hukum (1989-1998). Fakultas Hukum memang lebih dulu menghasilkan lulusan. “Sarjana hukum Ubaya diwisuda pertama kalinya pada 1972,” kata Hendy Tedjonagoro, yang menjadi dosen di Ubaya sejak 1967, dan dosen Unair sejak 1970 hingga sekarang. Ketika itu, ia ditugaskan Rektor untuk mewakili Dekan Fakultas Hukum (1968-1976) Soebijono Tjitrowinoto – yang masih aktif menjalankan tugas sebagai anggota MPR/DPR dari Fraksi Karya Pembangunan di Jakarta (1971-1977) – mempersiapkan ujian sarjana lokal, juga merumuskan janji wisudawan.
“Saya masih ingat ketika Prof. Boedisoesetya meminta saya untuk mewakili Dekan Fakultas Hukum bersama Abdul Rachman Mattalitti (Ketua Dewan Mahasiswa), dan R. Achmad (Sekretaris Yayasan) untuk merumuskan janji wisudawan dengan nama Tri Prasetya Almuni, yang setiap tahun berkumandang saat wisuda,” katanya.
Sampai dengan 1973, Fakultas Hukum telah menghasilkan 43 orang sarjana hukum yang bekerja sebagai pegawai negeri, pengacara, maupun pembantu notaris. Pada 1974 bertambah 15 sarjana hukum lagi. Sampai 1975, sudah ada 132 sarjana muda lokal, dan 10 sarjana muda negara. Keikutsertaan dalam ujian sarjana muda negara sudah sejak 1973. Fakultas Ekonomi sampai 1975 belum menghasilkan sarjana ekonomi, baru 83 sarjana muda lokal dan 13 sarjana muda negara. Ujian sarjana muda negara telah diselenggarakan tiga kali sejak 1973. Fakultas Farmasi pada 1974 baru mewisuda seorang sarjana Farmasi, kemudian pada 1975 bertambah satu lagi. Sarjana muda yang telah diluluskan 45 orang.
“Fakultas Farmasi sudah sejak lama berkeinginan memperoleh kesempatan mengikuti ujian negara tingkat sarjana muda, dan itu bisa terlaksana pada 1974. Tapi sayang para peserta tak ada yang berhasil,” kata Boedisoesetya dalam Laporan Rektor pada Rapat Senat Terbuka, Saptawarsa Natalis, 3 Mei 1975. Ujian tersebut meliputi mata kuliah Tingkat I,II dan III, sedangkan pesertanya telah lama (4-6 tahun) lulus sarjana muda lokal Fakultas Farmasi Ubaya.
Referensi :
SIAHAAN, Hotman M & Tjahjo Purnomo W, “Membangun Paradiagma Baru : 30 Tahun Universitas Surabaya 1968-1998″, cet. 1, Surabaya : Penerbit Universitas Surabaya, Maret 1999