Pusat Arsip dan Museum UBAYA
LOADING
Universitas Kota (Bagian 2)
April 23, 2020

Tulisan ini diambil dari Buku Membangun Paradigma Baru : 30 tahun Universitas Surabaya 1968-1998 dengan judul ” UNIVERSITAS KOTA” yang dikarang oleh Hotman M. Siahaan dan Tjahjo Purnomo W, pada hal. 23-27

UNIVERSITAS KOTA (Bagian 2)

Dalam susunan pengurus yayasan ini tegas disebutkan, anggota yang berstatus ex-offiicio hanya tiga, yakni rektor, ketua Persatuan Orang Tua Mahasiswa, dan ketua Dewan Mahasiswa. Yang selebihnya dalam kapasitas sebagai pribadi.

Nama Universitas Surabaya disingkat menjadi Ubaya, bukan US maupun Unsura. “Ubaya artinya sanggup dalam arti yang luas. Dan hendaknya menjadi semacam semangat yang harus ada dalam hati sanubari setiap sivitas akademika Ubaya,” kata Boedisoesetya menjelaskan, sebagaimana ditirukan oleh Imam poerbokoesoemo, S.E., M.Com., alumnus pertama yang menjadi dosen tetap Fakultas Ekonomi, pada Oktober 1978. Kata Ubhaya dalam Kamus Kawi-Indonesia (S. Wojowasito, 1977) berarti : kedua;berdua;janji;kewajiban.

Perubahan nama Usakti menjadi Ubaya ini, disamping karena alasan-alasan tadi, juga memperoleh momentum karena adanya desakan mahasiswa agar dilakukan pembenahan manajemen. Pada awal 1968, Dewan Mahasiswa yang diketuai Abdul Rachman Mattalitti (kini, Wakil Duta Besar RI di Belanda) bersama pengurus senat mahasiswa ketiga fakultas, antara lain, Wibisono Hardjopranoto (Ekonomi), Suko Wasito (Farmasi), Martinus Gardjito (Hukum) berhasil membongkar penyelewengan yang diduga dilakukan pelaksana harian presidium. “Kursi kuliah dijual ke Pasar Turi, dan ada bukti-buktinya,” kata Wibisono.

Selain itu juga terjadi missmanagement uang sumbangan mahasiswa, dan juga penyelewengan dalam pengelolaan aset Usakti. Ketika Usakti berdiri pada tahun 1966, Pepelrada mengembalikan aset eks-Ureca kepada Yayasan Perguruan Tinggi Trisakti, antara lain, gedung Jl. Bibis, Jl. Banyuurip 212, Jl. Dharma Rakyat, tanah di Ngagel Jaya Selatan – kecuali Kantor Baperki di Jl. Argopuro 10, diambil alih dan digunakan oleh Pepelrada. Sebagai gantinya, Usakti memperoleh separo dari gedung eks-sekolah Tionghoa, Chung Hua Chung Hsueh (Chung-Chung) di Jl. Baliweri. Separonya lagi diserahkan kepada ITS Surabaya.

“Namun kemudian ada pertimbangan dikhawatirkan nanti mahasiswanya bentrok. Usakti memperoleh ganti di tempat lain,” kata Suko. Penggantinya adalah juga gedung eks-sekolah Tionghoa, Lien He Chung Huseh (Lien-Chung) di Jl. Undaan Wetan (pojok Jl. Ambengan), tapi ternyata telah diambil alih Pepelrada, dan jadi markas KMKB (Kemudian menjadi Korem 084/Bhaskara Jaya. Kini kompleks perumahan toko/ruko). Usakti diberi gedung pengganti di Jl. Undaan Kulon (kini, SD,SLTP, SMU Trisila). “Lalu gedung itu dijual oleh pelaksana harian. Aset milik Baperki maupun Res Publica banyak yang dia jual, sehingga hilang begitu saja,” ujarnya.

Para wakil mahasiswa melaporkan semua penyelewengan itu kepada Ketua Umum Yayasan, Soekotjo, dan menuntut penggantian pelaksana harian presidium. “Tuntutan itu dipenuhi, pelaksana harian diberhentikan, dan diganti oleh Prof. Boedisoesetya, termasuk juga jabatan Dekan Fakultas Ekonomi,” kata Wibisono.

Itu pula sebabnya, ketika Ubaya berdiri 16 April 1968, disamping menjabat sebagai Rektor, Boedisoesetya juga merangkap Dekan Fakultas Ekonomi (kemudian diserahkan kepada Drs. ec. Djoko Wirjatmo, 1968-1970). Dekan Fakultas Farmasi, dijabat Mayor Angkatan Laut Drs. Soekisnomo, Apt. (1968-1970), dan Prof. Rd. Soebijono Tjitrowinoto (Ketua Pengadilan Tinggi Jatim 1967-1972) menjabat sebagai Dekan Fakultas Hukum (1968-1976). Universitas Surabaya yang memiliki tiga fakultas (Farmasi,Hukum, dan Ekonomi) tersebut memperoleh status terdaftar pada 5 September 1968, berdasarkan Surat Keterangan Terdaftar No. 172/PT/III/1968, yang dikeluarkan Direktorat Perguruan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Referensi :

SIAHAAN, Hotman M & Tjahjo Purnomo W, “Membangun Paradiagma Baru : 30 Tahun Universitas Surabaya 1968-1998″, cet. 1, Surabaya : Penerbit Universitas Surabaya, Maret 1999